Linguistik Umum


Pertanyaan :
1.      Mengapa idiolek tidak bisa dijadikan obyek penelitian sosiolinguistik?
2.      Jelaskan penyebab terjadinya alih kode dan campur kode?
3.      Beri contoh tindak tutur lokusi, ilokusi, perkolusi dalam tindak ujaran!
4.      Jelaskan hubungan bahasa dan budaya dalam kajian etnolinguistik!
5.      Jelaskan hubungan antara kesantunan berbahasa Jawa dengan prinsip kerjasama pada tindak berbahasa!
Jawaban :
1.      Perlu kita ketahui terlebih dahulu mengenai maksud dari “idiolek” itu sendiri. Idiolek adalah ciri-ciri bahasa khas seseorang. Sementara yang menjadi obyek penelitian sosiolinguistik yakni sebagai berikut :
a.       Faktor kemasyarakatan yaitu interaksi antara bahasa dan dialek
b.      Studi tentang kemunduran dan stabilisasi bahasa minoritas
c.       Stabilitas perkembangan kedwibahasaan dalam kelompok tertentu
d.      Pembakuan bahasa
e.       Perencanaan, pembinaan dan pengembangan bahasa di Negara berkembang
f.       Etnografi komunikasi
Dan yang menjadi pertanyaan, mengapa idiolek tidak bisa dijadikan obyek penelitian sosiolinguistik? Idiolek tidak bisa dijadikan sebagai obyek penelitian sosiolinguistik karena idiolek itu bersifal individual (khas dari seseorang), yang tentunya antara orang yang satu dengan yang lain itu terdapat adanya suatu perbedaan. Sementara salah satu syarat dari obyek linguistik (bahasa) adalah “bahasa yang diapakai secara kelompok bukan individual”. Dari pernyataan tersebut saja sudah mampu menjelaskan mengapa idiolek tidak bisa dijadikan obyek linguistik. Untuk lebih memperjelas, kita tahu maksud dari pernyataan “khas dari seseorang” tentu saja hanya orang tersebut yang memiliki, dan dengan orang lain pasti saja juga sudah berbeda, sedangkan obyek penetian itu harus mencakup atau mewakili banyak orang untuk menghasilkan suatu teori. Jadi sangat tidak mungkin bila obyek penelitian itu menggunakan idiolek.

2.      Menurut Dell Hymes dalam karangannya Kunjana Rahardi dijelaskan bahwa alih kode adalah istilah umum untuk menyebut pergantian atau peralihan pemakaian dua bahasa atau lebih, beberapa variasi dari satu bahasa atau bahkan beberapa gaya dari suatu ragam.
Kemudian pengertian dari campur kode adalah pemakaian satuan bahasa dari satu bahasa ke bahasa yang lain yang berbentuk kata, frasa, idiom, bentuk baster, pengulangan kata dan klausa.
Penyebab alih kode dikembalikan pada pokok sosiolinguistik, yaitu siapa yang berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan dan dengan tujuan apa. Selanjutnya, yang mejadi penyebab alih kode menurut Abdul Chaer dan Leonie Agustina antara lain :
a.       Pembicara atau penutur
b.      Pendengar atau lawan tutur
c.       Perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga
d.      Perubahan dari formal ke informal atau sebaliknya
e.       Perubahan topik pembicaraan
Sementara penyebab terjadinya campur kode dibagi menjadi 2 yakni :
a.       Campur kode yang bersifat keluar, antara lain :
1)      Identifikasi peranan (sosial, registral, dan edukasional)
2)      Identifikasi ragam (hierarki status sosial)
3)      Keinginan untuk menafsirkan, nampak karena campur kode juga menandai sikap dan hubungannya terhadap orang lain dan hubungan orang lain terhadapnya.
b.      Campur kode yang bersifat kedalam terlihat pada situasi seorang penutur menyisipkan unsur-unsur bahasa daerah ke dalam bahasa nasional, unsur-unsur dialek ke dalam bahasa daerah atau unsur-unsur ragam dan gaya bahasa ke dalam dialeknya. Selain itu campur kode terjadi karena adanya hubungan timbal balik antara peranan penutur, bentuk bahasa dan fungsi bahasa. Artinya seorang penutur yang mempunyai latar belakang status sosial tertentu cenderung memilih bentuk bahasa tertentu untuk mendukung fungsi-fungsi tertentu. Pemilihan bentuk campur kode yang demikian dimaksudkan untuk menunjukkan status sosial dan identitas pribadinya dalam masyarakat.

3.      Kita pehatikan dahulu mengenai pengertian dari tindak tutur lokusi, ilokusi, perkolusi.
a.       Tindak tutur lokusi adalah bentuk dari tindak berbicara yang mana dalam mengucapkan kata atau kalimat sesuai dengan makna kata itu sendiri berdasarkan makna dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kemudian makna kalimatnya juga sesuai dengan kaidah ketatabahasaannya. Maksud dan fungsi ujaran belum menjadi perhatian.Misal, seseorang mengatakan “Saya lari”, tindak lokusi akan mengartikan “Aku” sebagai subjek tunggal dan “Lari” memiliki makna melangkahkan kaki dengan tempo yang sangat cepat.
b.      Tindak tutur ilokusi adalah suatu tindak untuk melakukan sesuatu. Maksud dan fungsi pada konteks ini menjadi sorotan utama, yakni untuk apa ujaran tersebut dilakukan. Dengan menggunakan contoh yang sama “Saya lari” memiliki maksud memberi tahu kepada mitra tutur tentang apa yang telah dilakukan oleh si penutur.
c.       Tindak tutur perkolusi adalah tindak tutur yang mengacu pada efek yang ditimbulkan oleh ujaran seorang penutur. Dalam konteks ini mitra tutur diharapkan mampu menanggapi atas apa yang telah di ujarkan oleh si penutur, dan tindakan atau tanggapan dari mitra tutur itulah yang disebut suatu efek atau tindak tutur perkolusi.
Kemudian contoh dari tindak tutur lokusi, ilokusi, maupun perkolusi sudah terdapat atau tersurat dalam pemaparan di atas.

4.      Kita bahas satu per satu. Yang dimaksud bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri, digunakan pula untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik secara lisan maupun tulisan yang bertujuan menyampaikan maksud atau kemauan pada lawan bicara atau orang lain.
Sementara etnolinguistik adalah ilmu yang meneliti seluk beluk hubungan aneka pemakaian bahasa dengan pola kebudayaan. Kemudian hubungan antara bahasa dan budaya dalam kajian etnolinguistik sangat erat, kebuyaan masyarakat dapat dilihat dari ciri bahasa yang mereka ucapkan. Maka dari itu dalam ilmu bahasa ada satu bidang pembelajaran yang disebut etnolinguistik yakni perpaduan antara etnologi dan linguistik.

5.      Pada tindak tutur hubungan antara kesantunan berbahasa dengan prinsip kerjasama terlihat begitu erat, terlihat pada saat penutur menyampaikan ujaran kepada lawan tutur diharapkan penutur mampu memberikan informasi yang jelas kemudian mitra tutur juga mampu untuk memahami mengenai maksud dari ujaran yang telah disampaikan si penutur. Disamping itu, akan lebih baiknya jika si penutur menggunakan kalimat yang bermakna halus untuk menghormati mitra tutur, sehingga akan menimbulkan rasa simpatik dari mitra tutur atau lawan bicara kepada si penutur, dan secara otomatis suatu kerjasama dalam komunikasi akan mudah terjalin antara keduanya tanpa adanya kesenjangan dalam berbahasa.

Komentar