Membangun Moralitas Mahasiswa sebagai Calon Guru yang Berkarakter Kuat dan Cerdas

Makalah Ditulis untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Dosen : Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M. Pd.

Oleh :
Wahyu Sulistiyaningsih
K4211065

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA JAWA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012




BAB I
Pendahuluan

            Dewasa ini, untuk menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas semakin berat, hal ini merupakan tantangan pendidikan. Pendidikan tidak hanya memberikan pengetahuan, namun juga harus mampu membentuk dan membangun karakter kuat pada setiap diri peserta didik yang kemudian menghasilkan suatu keseimbangan, sehingga peserta didik mampu mengembangkan potensi yang ada pada dirinya dan menemukan tujuan hidup yang sebenarnya ingin mereka capai.
            Dalam perkembangan dunia yang begitu cepat dan canggih, prinsip pendidikan untuk membangun etika dan meningkatkan nilai karakter peserta didik harus tetap dijaga. Guru harus memiliki komitmen yang kuat dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik. Pendidik dituntut harus mampu menyiapkan peserta didik yang dapat memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, namun selain itu peserta didik juga harus peka terhadap masalah-masalah yang dihadapi oleh bangsa dan negara, seperti kemiskinan, ketidak adilan, perpecahan, dan lain-lain.
            Guru yang berkarakter kuat bukan hanya mengajar yang mampu mentransfer knowledge, namun juga harus mampu mendidik peserta didik dengan menanamkan nilai-nilai luhur pada diri peserta didik.
            Pada jaman yang katanya edan sekarang ini, banyak mahasiswa yang telah lepas dari hakikatnya seorang mahasiswa. Banyak kasus-kasus (seperti : narkoba, minuman keras, judi, free sex) yang terjadi di negara ini yang peran utamanya adalah  mahasiswa, dikarenakan pada usia mahasiswa merupakan usia yang labil dan rawan dengan perilaku-perilaku negatif. Oleh karena itu, tidak cukup apabila seorang mahasiswa itu pintar eksak (pengetahuan) saja, namun mereka juga harus pintar dalam hal rohaninya (kuat agamanya), untuk membentengi dirinya dari hal-hal negatif yang nantinya akan merugikan dirinya sendiri dan orang lain serta mengancam masa depannya.
            Tidak sedikit mahasiswa yang kuliah hanya asal-asalan tanpa adanya keseriusan dalam belajar dan tanpa peduli jerih payah usaha serta pengorbanan orang tua untuk membiayai dirinya bersekolah, yang mereka fikirkan hanya masuk kuliah tanpa tujuan, mendengarkan dosen berbicara di depan, mengikuti perkuliahan, mendapat nilai bagus dan akhirnya bisa mendapatkan ijazah kuliah tanpa dibekali ilmu-ilmu yang seharusnya mereka kuasai, akibat semasa kuliah mereka hanya leda-lede. Kemudian dampaknya, mereka kesulitan dalam pencarian lapangan kerja, mereka memiliki ijazah namun tidak memiliki ilmu pengetahuan dan skill. Hal seperti itulah yang dikatakan hilangnya moral seorang mahasiswa, karena tidak dibekalinya nilai-nilai kepribadian dan karakter kuat sejak dini. Oleh sebab itu, perlu sekali adanya pengembangan moral mahasiswa, terutamanya untuk membentuk mahasiswa sebagai calon guru yang berkarakter kuat dan cerdas.



BAB II
Pembahasan Masalah

Berdasarkan judul “Membangun Moralitas Mahasiswa sebagai Calon Guru yang Berkarakter Kuat dan Cerdas”, dapat dijabarkan sebagai proses pembekalan pengetahuan dan nilai-nilai moral dari seorang pendidik kepada peserta didik (dalam konteks ini adalah mahasiswa), kemudian mahasiswa tersebut merupakan seorang calon guru yang tentu saja harus berkarakter kuat dan cerdas.



























A. Pendidik Profesional
Guru yang memiliki makna “digugu lan ditiru” (dipercaya dan dicontoh) secara tidak langsung juga memberikan pendidikan karakter kepada peserta didiknya. Oleh karena itu, profil dan penampilan guru seharusnya memiliki sifat-sifat yang dapat membawa peserta didiknya ke arah pembentukan karakter yang kuat.
Daoed Yoesoef (1980) menyatakan bahwa seorang guru mempunyai tiga tugas pokok yaitu tugas profesional, tugas manusiawi, dan tugas kemasyarakatan. Tugas-tugas profesional seorang guru yaitu meneruskan ilmu pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai lain yang sejenis yang belum diketahui anak dan harus diketahui anak. Tugas manusiawi guru adalah membantu anak didik agar dapat memenuhi tugas-tugas utamanya dan kelak menjadi manusia yang sebaik-baiknya. Tugas manusiawi meliputi identifikasi diri sendiri dan pengertian tentang diri sendiri. Melalui pendidikan, guru seharusnya mampu membantu anak didik untuk mengembangkan daya berpikir ke arah peradaban demi perbaikan hidupnya sendiri dan kehidupan seluruh masyarakat dimana ia hidup. Tugas kemayarakat merupakan konsekuensi guru sebagai warga negara yang baik, turut mengemban dan melaksanakan apa-apa yang telah digariskan oleh bangsa dan negara lewat UUD 1945 dan GBHN. Ketiga tugas guru itu harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan organis harmonis dan dinamis. Seorang guru tidak hanya mengajar di dalam kelas saja, tetapi guru juga harus mampu menjadi motivatos dan dinamisator pembangunan tempat dimana ia bertempat tinggal.
Seorang pendidik harus memiliki komitmen yang tinggi. Komitmen adalah ucapan yang mengikat seseorang untuk melakukan sesuatu; ikrar, janji (Marbun, 2005: 283). Jika definisi tersebut digunakan sebagai acuan, maka komitmen pendidik dapat didefinisikan sebagai suatu tekad yang mengikat seorang pendidik untuk melakukan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pendidik.
Berdasarkan pengamatan, pengalaman dan kajian yang dilakukan, setidak-tidaknya ada lima hal yang berkaitan dengan komitmen yang dapat dilakukan agar seorang pendidik dapat melaksanakan tugasnya sebagai pendidik. Komitmen yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1.      Memiliki visi kedepan dan tekad dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik
2.      Memiliki karakter, budi pekerti, dan akhlak mulia
3.      Mampu mengelola dan mengontrol diri dalam mendidik peserta didik
4.      Mampu memberikan yang terbaik dalam mengembangkan potensi peserta didik
5.      Bekerja keras dengan penuh pengabdian
Dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dinyatakan dalam Pasal 28 Ayat (3) bahwa kompetensi dibagi menjadi empat, yaitu :
1.      Kompetensi pedagogik;
2.      Kompetensi kepribadian;
3.      Kompetensi sosial; dan
4.      Kompetensi profesional.
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.
B.     Mahasiswa Bermoral
Istilah moral biasanya berkaitan erat dengan etika, yang mana moral merupakan istilah dari bahasa latin, yaitu “mos”, dan dalam bentuk jamaknya “mores” yang memiliki arti adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan buruk.
Etika dan moral hampir sama pengertiannya, tetapi dalam kehidupan sehari-hari terdapa perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku.
Mahasiswa dan etika memiliki hubungan yang sangat erat. Etika sangat berperan penting terhadap diri mahasiswa maupun orang lain, yang dengan memahami peranan etika, mahasiswa dapat bertindak sewajarnya dalam melakukan aktivitasnya sebagai mahasiswa. Beberapa etika di kampus yang perlu diinternalisasi dalam diri mahasiswa :
1.      Menaati peraturan yang ditetapkan oleh fakultas dan para dosen
2.      Menganggap teman sesama mahasiswa sebagai teman sejawat yang harus saling membantu dan menganggapnya sebagai pesaing secara sehat dal berkompetisi meraih prestasi akademis
3.      Menjunjung tinggi kejujuran ilmiah dengan menaati kaidah keilmuan yang berlaku, seperti menghindari tindakan menyontek, plagiat, memalsu tandatangan kehadiran dan tindakan tercela lainnya
4.      Berperilaku sopan dan santun dalam bergaul di lingkungan kampus dan di masyarakat umum sebagai wujud dari kedewasaan dalam berfikir dan bertindak
5.      Berpenampilan rapi sesuai dengan aturan yang berlaku tanpa harus melanggar tata tertib berpakaian di kampus
6.      Berfikir kritis, rasional dan ilmiah dalam menerima ilmu pengetahuan
7.      Mempunyai prinsip yang jelas dalam berpendirian yang didasari dengan kerendahan hati tanpa harus bersikap sombong atau angkuh
Dengan demikian, dalam pendidikan atau mendidik tidak hanya sebatas mentransfer ilmu saja, namun yang lebih utama adalam dapat mengubah atau membentuk karakter dan watak seseorang agar menjadi lebih baik dan lebih sopan dalam tataran etika maupun estetika di kehidupan sehari-hari.
            Pembentukan karakter dan watak mahasiswa sangat penting, bahkn mutlak adanya. Karena krisis berkelanjutan yang melanda bangsa dan negara kita sampai saat ini belum ada solusi secara jelas dan tegas, lebih banyak berupa wacana yang seolah-olah bangsa ini diajak dalam dunia mimpi. Bebrapa waktu yang lalu, pemerintah mengeluarkan pandangan bahwa bangsa kita akan makmur dan sejahtera nanti di tahun 2030, hal tersebut bisa saja menjadikan bangsa atau rakyat menjadi “pemimpi” dalam menggapai keakmuran yang dicita-citakan.
            Dengan bekal moral, diharapkan mahasiswa nantinya akan mampu memberikan kontribusi yang positif atau membawa perubahan yang baik bagi bangsa kita, sehingga bangsa kita tidak akan kembali lagi pada jaman jahiliah.
C.    Guru Berkarakter Kuat dan Cerdas
Guru adalah orang yang memberikan bimbingan dan ilmu pada anak didiknya. Oleh karena itu, guru dituntut menjadi seseorang yang cerdas dan memiliki karakter kuat. Berkarakter kuat artinya guru harus jujur, berakhlak, cerdas, mampu dan bertanggung jawab.
Secara harfiah, karakter artinya kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama atau reputasi (Hornby dan Parnwell, 1972: 49). Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak. Berkarakter artinya mempunyai watak, mempunyai kepribadian (Kamisa 1997: 281).
Dalam Dorland’s Pocket Medical Dictionary (1968: 126) dinyatakan bahwa karakter adalah sifat nyata dan berbeda yang ditunjukkan oleh individu; sejumlah atribut yang dapat diamati pada individu. Dalam kamus psikologi dinyatakan bahwa karakter adalah kepribadian yang ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang; biasanya mempunyai kaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap (Dali Gulo, 1982: 29)
Dari beberapa pengertian tersebut dapat dinyatakan bahwa karakter adalah kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus yang membedakan dengan individu lain. Seseorang dapat dikatakan berkarakter jika telah menyerap nilai dan keyakinan yang dikehendaki masyarakat serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam hidupnya.
Aa Gym (2006: 66) mengemukakan bahwa karakter itu terdiri dari empat hal, (1) karakter lemah; misalnya penakut, tidak berani mengambil resiko, pemalas, cepat kalah, mudah menyerah, (2) karakter kuat; contohnya tangguh, ulet, mempunyai daya juang yang tinggi, pantang menyerah, (3) karakter jelek; seperti licik, egois, serakah, sombong, pamer, (4) karakter baik; yakni jujur, terpercaya, rendah hati dsb.
Ellen G. White dalam Sarumpaet (2001: 12) mengemukakan bahwa pembangunan karakter adalah usaha paling penting yang pernah diberikan kepada manusia. Pembangunan karakter adalah tujuan luar biasa dari sistem pendidikan yang benar.
Gambaran pendidikan yang kuat dapat dilihat pada sebuah syair dalam “tembang” (nyanyian) yang berada di daerah Solo dan sekitarnya, yang dahulu sering dinyanyikan anak-anak TK (Taman Kanak-kanak). Tembang tersebut berbunyi :
Dhondong apa salak, duku cilik-cilik
Ngandhong apa mbecak, mlaku thimik-thimik
Artinya :
Buah kedondong atau salak, buah duku kecil-kecil
Naik bendi (kendaraan yang ditarik kuda) atau becak, jalan palan-pelan
Tembang tersebut memiliki filosofi dan nilai yang tinggi dan bermakna sangat dalam. Buah kedondong itu luarnya (kulitnya) halus tetapi dalamnya (isinya) kasar atau berduri, dan buah salak itu luarnya kasar tetapi dalamnya halus. Kedua buah tersebut tidak dipilih, dan lebih memilih buah duku yang meski kecil namun keadaan luar dan dalamnya halus atau baik. Naik bendi artinya menikmati kebahagiaan di atas penderitaan hewan (kuda) dan naik becak artinya menikmati kebahagiaan di atas penderitaan manusia (tukang becak). Keduanya pun tidak dipilih, namun lebih memilih berjalan pelan-pelan, meski harus mengeluarkan tenaga untuk berjalan tetapi tidak menyusahkan pihak lain.
Pengertian cerdas adalah :
(1)   Cepat mengerti dan memahami masalah yang dihadapi;
(2)   Cepat tanggap dalam menghadapi masalah
(3)   Tajam dalam menganalisis dalam mencari alternatif-alternatif solusi; dan
(4)   Mampu memecahkan masalah
Pengertian cerdas hendaknya tidak dipahami dalam arti sempit tetapi dapat dipahami dalam arti luas. Cerdas yang dimaksud bukan hanya kecerdasan tunggal tetapi kecerdasan yang bersifat ganda. Artinya, mencakup kecerdasan intelektual (Intelectual Quotient – IQ), kecerdasan emosi (Emotional Quotient – EQ), dan kecerdasan spiritual (Spiritual Quotient – SQ).
Cerdas dapat juga merujuk pada kata “Fathonah”. Toto Tasmara (2001: 212-213) mengemukakan bahwa seorang yang memiliki sikap fathonah, tidak saja menguasai bidangnya, tetapi juga memiliki dimensi rohani yang kuat. Keputusan-keputusannya menunjukkan warna pemikiran seorang profesional yang didasarkan pada sikap moral atau akhlak yang luhur. Seorang yang fathonah itu tidak saja cerdas tetapi memiliki kebijaksanaan atau kearifan dalam berfikir dan bertindak.
Menurut Isjoni, selain otak, penampilan seorang guru harus sesuai dengan persyaratan, misalnya cara berjalan, cara duduk, cara berkomunikasi dengan gerakan tubuh, serta raut wajah dan mimik wajah dikala berhadapan dengan anak didik. Aspek kemampuan berkomunikasi sangat diperlukan, bagaimana kamampuan seorang calon guru dalam berkomunikasi di dalam proses pembelajaran, berkomunikasi dengan murid-murid, dengan guru-guru atau orang-oran lain yang ada disekitarnya. Selain itu, perlu dilakukan test psikologi untuk dapat mengetahui tingkat intelegensi dan daya nalar calon guru.
Dalam pembentukan mahasiswa sebgai calon guru yang berkarakter kuat dan cerdas tentu ada kendala-kendala yang dihadapi. Mulai faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal, seperti niat mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan, apakah ilmu yang disampaikan oleh dosen hanya untuk main-main saja atau memang benar-benar sungguh-sungguh, rasa malas yang sering menghambat proses belajar. Faktor eksternal yang dihadapi mahasiswa yakni hiburan-hiburan yang sering mengalihkan perhatian mahasiswa dari belajar seperti acara-acara televisi atau aplikasi-aplikasi sosial network dari hand phone dan laptop.


BAB III
PENUTUP

Simpulan :
1.      Untuk menciptakan anak didik yang berkarakter kuat dan cerdas, maka diperlukan seorang pendidik yang berkarakter pula.
2.      Guru yang berkarakter kuat bukan hanya mengajar yang mampu mentransfer knowledge, namun juga harus mampu mendidik peserta didik dengan menanamkan nilai-nilai luhur pada diri peserta didik.
3.      Seorang guru mempunyai tiga tugas pokok yaitu tugas profesional, tugas manusiawi, dan tugas kemasyarakatan.
4.      Ada empat jenis kompetensi : (1.) Kompetensi pedagogik; (2.) Kompetensi kepribadian; (3.) Kompetensi sosial; dan (4.) Kompetensi profesional.
5.      Karakter adalah kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus yang membedakan dengan individu lain.
6.      Cerdas adalah cepat mengerti dan memahami masalah yang dihadapi, cepat tanggap dalam menghadapi masalah, tajam dalam menganalisis dalam mencari alternatif-alternatif solusi, mampu memecahkan masalah.
Saran :
            Tidak menutup kemungkinan apabila dalam tulisan ini terdapat banyak kesalahan maupun kekeliruan yang tidak disengaja oleh penulis. Oleh karena itu mohon kritik dan saran yang bersifat membangun, agar kemudian penulis dapat memperbaiki.
            Semoga sedikit tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan kemudian mampu menambah pengetahuan para pembaca. Penulis berharap, setelah pembaca membaca tulisan ini, pembaca nantinya mampu dan mau berpartisipasi dalam pembangunan moral dan pembentukan karakter, serta menanamkan nilai-nilai luhur pada anak didik.


DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Furqon Hidayatullah. H. 2009. Guru Sejati : Membangun Insan Berkarakter Kuat dan Cerdas. Surakarta: Yuma Pustaka
Muhammad Furqon Hidayatullah. H. 2007. Mengabdi Kepada Almamater : Mengantar Calon Pendidik Berkarakter di Masa Depan. Surakarta: UNS Press dan CakraBooks
Aa Gym. 2006. Saya Tidak Ingin Kaya tapi Harus Kaya. Bandung: Khas MQ
Dali Gulo. 1982. Kamus Psikologi. Bandung: Tonis
Kamisa. 1997. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Kartika
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan


Komentar